Website Resmi RSUD SULTAN IMANUDDIN

Indikator Kinerja Rumah Sakit


INDIKATOR KINERJA RUMAH SAKIT

A. Indikator

Sesuai dengan namanya, indikator merupakan suatu indikasi dari keadaan tertentu atau suatu refleksi dari keadaan tersebut. Banyak literatur yang menyebutkan tentang definisi indikator, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut :

  1. Indikator adalah variabel yang membantu kita dalam mengukur perubahan-perubahan yang terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung.
  2. Indikator adalah ukuran tidak langsung dari suatu kejadian atau kondisi.
  3. Indikator adalah statistik dari hal normatif yang menjadi perhatian kita yang dapat membantu dalam penilaian ringkas, komprehensif dan berimbang terhadap kondidi-kondisi atau aspek-aspek penting dari suatu masyarakat.
  4. Indikator adalah variabel-variabel yang mengindikasi atau memberi petunjuk kepada kita tentang suatu keadaan tertentu sehingga dapat digunakan untuk mengukur perubahan.
  5. Indikator adalah variabel yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan atau status dan memungkinkan dilakukan pengukuran terhadap perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu (periodik) atau tolok ukur prestasi kuantitatif/kualitatif yang digunakan untuk mengukur terjadinya perubahan terhadap besaran target atau standar yang telah ditetapkan sebelumnya

Dari definisi tersebut dapat dibuat kesimpulan bahwa indikator adalah variabel yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan atau status dan memungkinkan dilakukannya pengukuran terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu. Suatu indikator tidak selalu menjelaskan secara keseluruhan, tetapi kerap kali hanya memberi petunjuk (indikasi) tentang keadaan keseluruhan tersebut sebagai suatu pendugaan (proxy). Indikator sedapat mungkin harus mengarah kepada dilakukannya tindakan. Namun demikian dalam banyak hal, untuk sampai kepada dilakukannya tindakan, informasi yang dikemas dari indikator yang ada masih perlu dilengkapi dengan informasi dari investigasi lebih lanjut.

Indikator adalah ukuran yang bersifat kuantitatif dan umumnya terdiri atas pembilang (numerator) dan penyebut (denominator). Walaupun dapat juga dibuat indikator yang hanya berupa pembilang, khususnya untuk sesuatu yang sangat langka tetapi penting. Pembilang adalah jumlah kejadian yang sedang diukur. Sedangkan penyebut yang umum digunakan adalah besarnya populasi sasaran berisiko dalam kejadian yang bersangkutan. Indikator yang mencakup pembilang dan penyebut sangat tepat untuk memantau perubahan dari waktu ke waktu dan membandingkan satu wilayah dengan wilayah

Ada beberapa syarat atau kriteria yang harus dipenuhi oleh sebuah indikator.

1. Sahih (valid), yaitu benar-benar dapat dipakai untuk mengukur aspek yang akan dinilai.

2. Dapat dipercaya (reliable) yaitu mampu menunjukkan hasil yang benar pada penilaian yang dilakukan secara berulang kali, artinya komponen indikatornya tetap.

3. Sensitif (sensitive), yaitu peka untuk digunakan sebagai bahan pengukur.

4. Spesifik (specific), yaitu mampu memberikan gambaran perubahan ukuran yang jelas pada suatu jenis kegiatan tertentu.

5. Dapat diukur (measurable) secara kuantitatif.

Dengan demikian maka indikator tersebut menjadi bermakna untuk pengambilan keputusan. Namun demikian, untuk memenuhi syarat atau kriteria tersebut sehingga dapat menggambarkan adanya sebuah informasi,  adakalanya terbentur oleh masalah sulitnya mengumpulkan data. Oleh karena itu diperlukan pertimbangan dan kompromi terhadap sejumlah ketentuan atau persyaratan yang harus dipenuhi sebuah indikator.

B. Indikator Kinerja Rumah Sakit

Saat ini ada beberapa indikator kinerja Rumah Sakit yang dikembangkan oleh beberapa institusi antara lain oleh Kementerian Kesehatan R.I., pengembangan indikator kinerja Rumah Sakit oleh BPKP dan pengembangan indikator kinerja oleh beberapa Rumah Sakit. Berdasarkan penggunaannya secara garis besar ada dua manfaat penting untuk pengukuran indikator : (1) untuk keperluan laporan, (2) untuk keperluan benchmarking dan (3) untuk perbaikan internal. Pengembangan indikator kinerja Kementerian Kesehatan R.I. dan Kementerian BUMN terlihat lebih bertujuan untuk keperluan laporan dan perencanaan. Sampai sekarang belum ada kegiatan penggunaan indikator untuk keperluan benchmark (Why). Sementara itu program pengembangan BPKP lebih mengarah untuk perbaikan kinerja dan dikerjakan secara internal.

1. Pengembangan indikator kinerja Rumah Sakit oleh Kementerian Kesehatan R.I.

Beberapa indikator kinerja Rumah Sakit yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan R.I antara lain :

v Pengembangan SDM Rumah Sakit.

v Tujuan indikator : memberikan signal apakah sumber daya manusia di rumah sakit memperoleh pelatihan untuk meningkatkan profesionalitas karyawan.

v Proses Pelayanan Rumah Sakit yang diukur adalah Kecepatan Penanganan Pertama Pasien Gawat Darurat.

Tujuan indikator : memberikan signal apakah pelayanan yang diberikan di bagian Instalasi Gawat Darurat telah sesuai dengan maksud dan tujuannya dalam menyelamatkan jiwa manusia.

v Proses Pelayanan Rumah Sakit dan yang diukur adalah Kelengkapan Pengisian Rekam Medis.

Tujuan indikator : agar terpenuhinya SIM Rumah Sakit yang dapat dimanfaatkan bagi peningkatan mutu pelayanan di Rumah Sakit.

v Proses Pelayanan Rumah Sakit dan yang diukur adalah persentase kematian ibu yang meninggal karena eklamsia.

Tujuan indikator : memberikan signal apakah pelayanan terhadap ibu hamil dengan eklampsia lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan rata-rata Rumah Sakit lain.

v Proses Pelayanan Rumah Sakit dan yang diukur adalah persentase kematian ibu karena sepsis.

Tujuan indikator : memberikan signal apakah pelayanan pada ibu melahirkan telah sesuai dengan standard pelayanan lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan rata-rata Rumah Sakit mitra benchmark.

Sedangkan untuk melakukan penilaian terhadap kinerja operasional Rumah Sakit maka Kementerian Kesehatan melalui SK Menkes No. 209/Menkes/SK/I/2011 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 550/Menkes/SK/VII/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) Badan Layanan Umum Rumah Sakit telah menetapkan indikator kinerja dengan pendekatan 3 (tiga) aspek penilaian, yaitu :

  1. Indikator Kinerja Keuangan (7 indikator) dengan bobot 20%;
  2. Indikator Kinerja Pelayanan (27 indikator) dengan bobot 40%; dan
  3. Indikator Mutu Pelayanan dan Manfaat Bagi Masyarakat (19 indikator) dengan bobot 40%.

Tingkat kinerja/kesehatan rumah sakit digambarkan dari hasil penjumlahan nilai riil masing- masing indikator dari 3 aspek tersebut di atas, yang dikelompokkan menjadi Sehat, Kurang Sehat dan Tidak sehat.

I.

INDIKATOR KINERJA KEUANGAN

   
 

Aspek keuangan yang digunakan untuk penilaian kinerja keuangan meliputi 7 indikator dengan total score 20:

   
 

No.

INDIKATOR

BOBOT NILAI

 

1.

Imbalan Investasi (Return on Investment)

2

 

2.

Rasio Kas (Cash Ratio)

3

 

3.

Rasio Lancar (Current Ratio)

3

 

4.

Collection Periode (CP)

3

 

5.

Perputaran Persediaan (PP)

3

 

6.

Perputaran Total Asset (Tatto)

3

 

7.

Rasio Modal sendiri terhadap Total Aktiva

3

 

 

TOTAL

20

 

II.

INDIKATOR KINERJA PELAYANAN

   
 

Rasio kinerja pelayanan dipergunakan untuk menilai kinerja pelayanan dengan total skor 40. Rincian indikator kinerja pelayanan sbb :

   
 

No.

INDIKATOR

BOBOT NILAI

 

A.

PERTUMBUHAN PRODUKTIVITAS

 

 

1.

Rata-rata kunjungan Rawat Jalan/hari

2

 

2.

Rata-rata kunjungan Rawat Darurat/hari

2

 

3.

Hari Perawatan (HP)

2

 

4.

Pemeriksaan Penunjang Non Laboratorium/hari

1,5

 

5.

Pemeriksaan Laboratorium/hari

1,5

 

6.

Rata-rata Operasi/tindakan bedah/hari

1

 

7.

Rata-rata Rehabilitasi Medik/hari

1

       
 

B.

EFISIENSI PELAYANAN

 
 

1.

Rasio Pasien Rawat Jalan dengan Dokter

1

 

2.

Rasio Pasien Rawat Jalan dengan Perawat

1

 

3.

Rasio Pasien Rawat Darurat dengan Dokter

1

 

4.

Rasio Pasien Rawat Darurat dengan Perawat

1

 

5.

Rasio Pasien Rawat Inap dengan Dokter

1

 

6.

Rasio Pasien Rawat Inap dengan Perawat

1

 

7.

BOR

2

 

8.

AvLOS

2

 

9.

BTO

2

 

10.

TOI

2

       
 

C.

PERTUMBUHAN DAYA SAING

 
 

1.

Sales Growth (SALG)

1

 

2.

Activity Growth

1

       
 

D.

PENGEMBANGAN SDM

 
 

1.

Program Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)

2

 

2.

Penghargaan dan sanksi

1

       
 

E.

PENILAIAN DAN PENGEMBANGAN

 
 

1.

Pengembangan produk baru bidang pelayanan

2

 

2.

Pengembangan Sistem Manajemen

1

 

3.

Penelitian

1

       
 

F.

ADMINISTRASI

 
 

1.

Rancangan RBA (Renstra/Renja)

2

 

2.

Laporan Triwulanan (ketepatan)

2

 

3.

Laporan Tahunan (ketepatan)

2

     

 

 

 

TOTAL

40

 

III.

INDIKATOR KINERJA MUTU PELAYANAN DAN MANFAAT BAGI MASYARAKAT

   
 

No.

INDIKATOR

BOBOT NILAI

 

A.

MUTU PELAYANAN

 

 

1.

Emergency response time rate

3

 

2.

Angka kematian di gawat darurat

3

 

3.

Angka kematian > 48 jam

3

 

4.

Angka pasien Rawat Inap yang dirujuk

3

 

5.

Post Operative Death Rate

3

 

6.

Angka infeksi nosokomial

3

 

7.

Kecepatan pelayanan resep obat jadi

3

 

8.

Waktu tunggu sebelum operasi elektif

3

       
 

B.

KEPEDULIAN KEPADA MASYARAKAT

 
 

1.

Pembinaan kpd Puskesmas & Sarana Kesehatan Lain

1

 

2.

Penyuluhan Kesehatan (PKMRS)

1

 

3.

Rasio Tempat Tidur Kelas III

1

 

4.

Pemanfaatan TT (BOR) Kelas III

1

 

5.

Persentase pasien tidak mampu

1

       
 

C.

KEPUASAN PELANGGAN

 
 

1.

Penanganan komplain

2

 

2.

Lama waktu tunggu di Poliklinik

2

 

3.

Kemudahan pelayanan

2

       
 

D.

KEPEDULIAN TERHADAP LINGKUNGAN

 
 

1.

Kebersihan lingkungan

2

 

2.

Rasio Lahan yang digunakan dg Ruang Terbuka Hijau

1

 

3.

Hasil uji Kebersihan Lingkungan

2

       
 

 

TOTAL

40

 

 

2.    Pengembangan indikator kinerja Rumah Sakit oleh Kementerian BUMN.

 

       Pengembangan indikator kinerja Rumah Sakit oleh Kementerian BUMN antara lain adalah :

v Indikator kinerja keuangan Rumah Sakit.

Nilai-nilai keuangan diukur dengan Debt Equity Ratio (DER), Cash Ratio (CAR), Net Working capital to total asset (WCA), Inventory Turn Over (ITO), Collection Period, Sale to Total Asset (STA), Return on Equity, Return on Asset dan Net Profit Margin.

 

v Indikator kinerja operasional.

Terdiri atas volume kegiatan dan rasio pada pelayanan rawat jalan, rawat inap, rawat darurat dan pelayanan penunjang medis; pertumbuhan produktifitas; pertumbuhan daya saing; pertumbuhan efisiensi; pertumbuhan Sumber Daya Manusia; Inovasi produk layanan dan bisnis; dan penelitian dan pengembangan.

 

v Indikator kinerja mutu pelayanan dan manfaat bagi masyarakat.

Terdiri atas : pelayanan ibu dan anak, pelayanan bedah, pelayanan non bedah, kepedulian terhadap masyarakat, kepuasan pelanggan internal dan eksternal dan kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat.

 

3.    Pengembangan indikator kinerja Rumah Sakit oleh BPKP dan beberapa Rumah Sakit.

 

       Pengembangan indikator kinerja rumah sakit oleh BPKP dan beberapa Rumah Sakit menggunakan konsep Balanced Scorecard. Indikator yang dipergunakan untuk menilai keberhasilan rumah sakit sebagai sebuah lembaga usaha, dapat tersusun atas empat perspektif yaitu : (1) Pemberdayaan dan pengembangan sumber daya manusia, (2) Proses pelaksanaan kegiatan, (3) Kepuasan pengguna atau donor, (4) Keuangan.

 

4.     Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit.

 

Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal menyatakan bahwa : Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal. Indikator SPM adalah tolok ukur untuk prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian suatu SPM tertentu, berupa masukan, proses, hasil dan atau manfaat pelayanan. SPM Rumah Sakit Kelas C dan D di Indonesia berpedoman pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Dalam SK Menkes tersebut telah ditetapkan jenis-jenis pelayanan Rumah Sakit yang wajib dilaksanakan meliputi 21 jenis pelayanan dan 123 indikator serta standar yang minimal harus dicapai, yaitu :

  1. Pelayanan gawat darurat;
  2. Pelayanan rawat jalan;
  3. Pelayanan rawat inap;
  4. Pelayanan bedah;
  5. Pelayanan persalinan dan perinatologi;
  6. Pelayanan intensif;
  7. Pelayanan radiologi;
  8. Pelayanan laboratorium patologi klinik;
  9. Pelayanan rehabilitasi medik;
  10. Pelayanan farmasi;
  11. Pelayanan gizi;
  12. Pelayanan transfusi darah;
  13. Pelayanan keluarga miskin;
  14. Pelayanan rekam medis;
  15. Pengelolaan limbah;
  16. Pelayanan administrasi manajemen;
  17. Pelayanan ambulans/kereta jenazah;
  18. Pelayanan pemulasaraan jenazah;
  19. Pelayanan pemeliharaan sarana prasarana rumah sakit;
  20. Pelayanan laundri;
  21. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI).

 

 

 

 

C. Grafik Barber-Johnson

                

                 Barry Barber, Finst P dan David Johnson pada tahun 1973 berhasil menciptakan suatu grafik yang secara visual dapat menyajikan dengan jelas tingkat efisiensi dari dua segi yaitu (1) medis, meninjau efisiensi dari sudut mutu pelayanan medis dan (2) ekonomi, meninjau efisiensi dari sudut pendayagunaan sarana yang ada. Penciptaan grafik tersebut merupakan usaha untuk mendayagunakan statistik Rumah Sakit dalam rangka memenuhi kebutuhan manajemen akan indikator efisiensi pengelolaan Rumah Sakit. Barber dan Johnson menjelaskan bagaimana pemakaian empat parameter sebagai salah satu indikator efisiensi pengelolaan Rumah Sakit. Keempat parameter tersebut dapat digambarkan dalam satu grafik yaitu :

  1. Rata-rata lama rawat atau Average Length of stay atau mean duration of stay (LOS).
  2. Rata-rata waktu luang tempat tidur terisi atau turnover interval (TOI).
  3. Persentase tempat tidur terisi atau percentage bed occupancy (BOR).
  4. Produktifitas tempat tidur atau bed turnover rate atau throughtput (BTO).

 

                 Makna dari grafik Barber-Johnson dapat dijelaskan sebagai berikut :

  1. Makin dekat parameter BOR dengan sumbu Y maka nilai BOR makin tinggi.
  2. Makin dekat parameter BTO dengan titik sumbu maka nilai BTO menunjukkan makin tinggi jumlahnya.
  3. Jika rata-rata TOI tetap tetapi LOS berkurang maka BOR akan menurun.
  4. Jika TOI tinggi, kemungkinan disebabkan karena organisasi rumah sakit yang kurang baik, kurangnya demand (permintaan) akan tempat tidur atau kebutuhan tempat tidur darurat (the level and pattern of emergency bed requirements). TOI yang tinggi dapat diturunkan dengan mengadakan perbaikan organisasi Rumah Sakit, tanpa mempengaruhi LOS.
  5. Bertambahnya LOS disebabkan karena kelambanan administrasi (administration delay) di Rumah Sakit, kurang baiknya perencanaan dalam memberikan pelayanan kepada pasien (patient scheduling) atau kebijaksanaan di bidang medis (medical policy).
  6. Pada grafik Barber-Johnson terdapat suatu daerah yang dibatasi
    garis :

 

v   TOI            :    1 hari

v   LOS           :    3 hari

v  

 
   


BOR           :    75%

Gambar 2 : Grafik Barber-Johnson

 

Menurut Barber-Johnson grafik yang berada di luar daerah tersebut menunjukkan bahwa sistem yang sedang berjalan adalah kurang efisien. Keempat parameter atau indikator tersebut yaitu LOS, BOR, TOI dan BTO dapat dijelaskan sebagai berikut :

1.     Average Length of Stay (LOS).

       ALOS adalah rata-rata lamanya seorang pasien dirawat. Indikator ini dirumuskan sebagai rasio jumlah hari perawatan Rumah Sakit terhadap jumlah pasien keluar (hidup dan mati). Indikator ini di samping memberikan gambaran tingkat efisiensi juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu yang dijadikan tracer (yang perlu pengamatan lebih lanjut). Interpretasi ALOS tidak dapat dilakukan sendiri tetapi hari bersama dengan interpretasi BTO dan TOI. Secara umum nilai ALOS yang ideal antara 6-9 hari.

 

 

 
   

 

 

 

 

2.    Bed Turn Over (BOR).

       BOR adalah persentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu yang didefinisikan sebagai rasio jumlah hari perawatan Rumah Sakit terhadap perkalian jumlah tempat tidur dengan jumlah hari dalam satuan waktu, dikalikan 100. Indikator ini memberikan gambaran tentang tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya pemanfaatan fasilitas perawatan Rumah Sakit oleh masyarakat. Angka BOR yang tinggi (>85%) menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang tinggi, sehingga perlu pengembangan Rumah Sakit/penambahan tempat tidur. Nilai ideal BOR antara 60-85%.

 

 

 
   

 

 

 

 

3.    Turn Over Interval (TOI).

       TOI adalah rata-rata hari tempat tidur tidak digunakan dari saat terisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini dirumuskan sebagai rasio selisih jumlah tempat tidur dikalikan hari dalam satuan waktu kemudian dikurangi hari perawatan Rumah Sakit terhadap jumlah pasien keluar (hidup dan mati). Memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Semakin besar TOI maka efisiensi penggunaan tempat tidur makin jelek. Ini bisa dinilai bila bersama dengan LOS dan BTO. Nilai ideal TOI antara 1-3 hari.

 

 

 

 

 

4.    Bed Turn Over (BTO).           

       BTO adalah frekuensi pemakaian tempat tidur Rumah Sakit dalam satuan waktu tertentu yang diukur sebagai rasio jumlah pasien keluar (hidup dan mati) terhadap jumlah tempat tidur. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi dari pemakaian tempat tidur. Interpretasi indikator BTO dilakukan bersama-sama dengan TOI dan LOS. Nilai ideal BTO adalah 40-50 kali.

 

 

 
   

 

 

 

 

Penggunaan Grafik Barber-Johnson.

Grafik Barber-Johnson sangat bermanfaat untuk mengadakan perbandingan atau dapat digunakan sebagai pembantu untuk menganalisis, menyajikan dan mengambil keputusan mengenai :

  1. Perbandingan dalam kurun waktu : perkembangan produktifitas dari sebuah rumah sakit dalam kurun waktu tertentu dapat diketahui berdasarkan angka length of stay dan turnover interval, percentage of bed occupancy dan throughput.
  2. Memonitor kegiatan : kecenderungan perkembangan kegiatan dalam beberapa tahun dapat dilihat pada grafik dengan jalan membandingkan terhadap standar yang telah ditetapkan. Barber-Johnson menyatakan bahwa daerah efisien adalah dibatasi garis-garis: TOI =1 hari, ALOS = 3 hari dan BOR = 75%.
  3. Perbandingan antar rumah sakit : perbandingan kegiatan antar bagian yang sama di beberapa rumah sakit atau antar bagian di suatu rumah sakit dapat digambarkan pada suatu grafik, dengan jelas dan mudah diambil kesimpulan, rumah sakit mana atau bagian mana yang pengelolaannya efisien.
  4. Meneliti akibat perubahan kebijaksanaan : grafik BJ dapat digunakan untuk meneliti suatu kebijaksanaan realokasi tempat tidur atau keputusan untuk memperpendek length of stay.
  5. Mengecek kesalahan laporan : apabila suatu RSUD memberikan laporan tentang angka-angka BOR, LOS, TOI dan BTO maka dengan Grafik BJ bisa diketahui apakah laporan tersebut benar atau tidak, yang bisa dilihat dari ketiga sumbu tersebut apakah berada dalam satu titik.

D. Grafik Pabon Lasso

Pada tahun 1986 Hipolito Pabon Lasso mengembangkan suatu teknik dengan grafik yang secara sekilas dapat dipakai untuk menilai kinerja relatif Rumah Sakit-Rumah Sakit yang setingkat pada suatu daerah dengan menggunakan tiga indikator pelayanan rawat inap yaitu BOR, LOS dan BTO. Grafik Pabon Lasso merupakan pengembangan dari grafik Barber-Johnson untuk menilai efsiensi pengelolaan Rumah Sakit. Sumbu X menggambarkan rata-rata BOR, sedangkan sumbu Y menggambarkan BTO dalam setahun. Garis dalam grafik yang mencerminkan hubungan matematis antara sumbu X dan Y menggambarkan LOS yang makin meningkat dari kiri ke kanan.

                 Grafik ini dibagi menjadi 4 daerah oleh dua garis yang berpotongan yang menggambarkan nilai rata-rata dari BOR dan BTO. Titik perpotongan antara kedua garis tersebut menggambarkan nilai rata-rata dari LOS sebagaimana terlihat pada Gambar 2 berikut.

 

Gambar 2 : Grafik Pabon Lasso.

Hubungan antara ketiga indikator tersebut dalam keempat kuadran dari Grafik Pabon Lasso dapat dijelaskan sebagai berikut :

  1. Kuadran I : menunjukkan Rumah Sakit yang berlebihan tempat tidur atau pemanfaatan tempat tidur yang rendah (BOR rendah, BTO rendah dan LOS panjang dari rata-rata).
  2. Kuadran II : menunjukkan rumah sakit yang berlebihan tempat tidur, kunjungan rawat inap yang sebenarnya tidak diperlukan, penggunaan tempat tidur yang terlalu banyak untuk observasi pasien serta penggunaan Rumah Sakit yang lebih banyak untuk pertolongan partus normal (BOR rendah, BTO tinggi dan LOS pendek dari rata-rata).
  3. Kuadran III : menunjukkan rumah sakit yang memiliki kinerja yang relatif baik dengan jumlah tempat tidur yang banyak terisi (BOR tinggi, BTO tinggi dan LOS pendek dari rata-rata).
  4. Kuadran IV : menunjukkan Rumah Sakit yang mungkin merawat banyak pasien yang sakit berat, sakit kronis (BOR tinggi, BTO rendah dan LOS panjang dari rata-rata).


[1] Instalasi Rekam Medik

  RSUD Sultan Imanuddin Pangkalan Bun

Sekilas Info

  • RSSI Buka Layanan Pemeriksaan Rapid Test


  • RSSI Lakukan Swab Massal


  • Bupati Kobar Beri Dukungan Moril Kepada Tim COVID-19


  • Menghadapi Pandemic COVID-19, RSSI Lakukan Pelatihan SWAB


  • Tim COVID-19 Lakukan Pengambilan SWAB Pasien OTG di Klinik Kesuma


Polling